KARAWANG, JEJAK HUKUM - Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Parungmulya patut diduga menyalahi tugas dan fungsi BPD dengan melakukan pengerahan masa dan dugaan intimidasi terhadap Manajemen PT Inti Ganda Perdana (IGP). Demikian ungkap Managing Partners Firma Hukum Saripudin, SH. MH. dan Rekan, selaku Kuasa Hukum PT Mulya Jaya Nusantara (MJN).
Advokat Saripudin mengatakan, PT MJN sebagai perusahaan rekanan PT IGP telah melakukan kerjasama sejak tahun 2018. PT IGP berencana membangun Plant 2 di Kawasan KIM Karawang, karenanya Surat Perintah Kerja (SPK) diberikan ke PT MJN.
"Namun terjadi intervensi dari BPD Desa Parungmulya yang diduga mengerahkan masyarakat mengatasnamakan lingkungan dan orang tertentu, menggeruduk pabrik dan memaksa agar membatalkan SPK yang diberikan PT IGP ke PT MJN," ujar Sarip, Kamis (7/11/2024).
Dijelaskan Sarip, pada Tanggal 9 Oktober 2024, PT IGP didatangi sekelompok orang dari lingkungan bersama Pimpinan PT Dika Mekar Sanghyang (DMS) yang memaksa memberikan SPK kepada PT DMS dengan tekanan, bahwa dalam waktu 3 hari apabila tidak memenuhi tuntutan mereka akan mengerahkan masa untuk demonstrasi.
"Mereka memaksa Perusahaan memberikan SPK, berhubung situasi mulai memanas, maka dilakukan mediasi oleh Pihak Polsek Ciampel yang didampingi Pihak Kodim," jelasnya.
"Kami selaku Kuasa Hukum PT MJN mempertanyakan legal standing kedatangan mereka karena saat aksi itu tidak ada izin, bahkan hingga melakukan intervensi," tegasnya.
Sarip menambahkan, pihaknya mempertanyakan legal formal kedatangan mereka datang ke PT IGP dan melakukan intimidasi, karena berakibat kerugian perusahaan, baik materil maupun imateril. Secara psikis jelas mengganggu kenyamanan, ini patut diduga melakukan perbuatan melawan hukum.
"Dimana fungsi BPD itu diatur oleh UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan dalam Pasal 55 ada beberapa poin diantaranya, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa serta menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa, tupoksinya itu di UU Desa," paparnya.
Masih Saripudin menambahkan, pada tanggal 1 November 2024, PT IGP itu memberikan penegasan atas permintaan mereka, yang sudah beberapa kali dimediasi. Bahkan notulen yang disampaikan saat mediasi, merupakan tekanan-tekanan yang mereka tuangkan, jadi bukan notulen.
"Intervensi itu dituangkan dalam surat, kan kalau notulen itu kesepakatan, nanti bersama-sama dicermati. Kemudian pada Tanggal 4 November, BPD ini diduga memobilisasi masyarakat untuk melakukan demo. Izinnya ada tetapi dadakan," ungkapnya.
"Kemudian terjadi demo, hasilnya tentu mengganggu kegiatan produksi," tambahnya.
Sambung masih Sarip menambahkan, bahwa poinnya, patut diduga permasalahan tersebut berkaitan dengan perbuatan melawan hukum.
Dari awal mereka datang ke perusahaan hingga melakukan aksi demo, sebelum tanggal 4 November 2024, aksi mereka itu tidak pernah ada izin setelah pihaknya mengkonfirmasi pihak kepolisian.
"Secara tugas dan fungsi sudah sangat terlalu jauh, ada apa dengan BPD dan Kepala Desa Parungmulya? Maka patut diduga jangan-jangan menerima gratifikasi," terangnya.
Padahal, dikatakan Sarip, meski proyek pembangunan Plan 2 PT IGP tersebut belum berjalan, PT MJN sudah berkontribusi terhadap Karang Taruna dan lingkungan sekitar perusahaan.
"Sebagai Kuasa Hukum, kami tidak akan tinggal diam, segera menempuh jalur hukum atas persoalan tersebut," pungkasnya. (Red)