KARAWANG, JEJAK HUKUM – Empat penerima manfaat program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) Pokir di Desa Sedari, Kabupaten Karawang, mengaku diminta membayar Rp2 juta oleh Ketua Karang Taruna setempat. Uang tersebut diklaim sebagai biaya operasional tim survei dari Pemkab Karawang.
Salah seorang penerima manfaat mengungkapkan bahwa ia terpaksa merogoh kocek sebesar Rp2 juta demi memastikan rumah impiannya bisa segera terwujud.
“Ya, mau bilang apa lagi. Yang kerja kekurangan bahan material, sedangkan pemborongnya tidak pernah datang ke lokasi. Jadi saya yang harus beli bahan seperti kawat bendrat, paku, dan lainnya agar rumah cepat selesai. Uang Rp2 juta katanya buat biaya tim survei dari Karawang,” ungkap penerima manfaat pada Sabtu (14/12/2024).
Ia menambahkan bahwa selain membayar pungutan tersebut, dirinya juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menutupi kekurangan bahan material yang tidak disediakan oleh pemborong.
Pemerhati Kebijakan Publik Angkat Suara
Menanggapi kejadian ini, Asep Saepul, pemerhati kebijakan publik, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindak tegas praktik pungli tersebut.
“Proyek Pokir ini bersumber dari APBD Kabupaten Karawang. Tidak seharusnya ada pembebanan biaya kepada penerima manfaat. APH harus bertindak tegas agar tidak ada lagi kasus serupa,” tegas Asep.
Kasus ini menambah daftar persoalan pada proyek yang sejatinya bertujuan membantu masyarakat miskin untuk memiliki hunian yang layak. (Red)