KARAWANG, JEJAK HUKUM - Salah satu aparatur pemerintahan desa (Pemdes) berinisial "S" di wilayah pesisir Karawang, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang, diduga kuat memberikan data palsu kepada wartawan. Data yang dimaksud berupa nomor handphone yang ternyata sudah tidak aktif.
Padahal, permintaan nomor kontak tersebut merupakan hal yang wajar dalam kerja jurnalistik dan dapat menguntungkan pihak aparatur desa dalam hal keterbukaan informasi publik. Jurnalis memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan kepentingan publik.
Menurut beberapa sumber yang enggan disebutkan namanya, dugaan pemberian data palsu ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, beberapa wartawan juga mengalami kesulitan saat mencoba menghubungi pihak aparatur desa terkait berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas Pemdes dalam memberikan informasi kepada publik.
Tindakan ini berpotensi menghambat kerja jurnalistik juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa pers berhak memperoleh informasi dari pemerintah dan instansi terkait.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, aparatur desa tersebut sama sekali tidak memberikan jawaban dan tidak mengangkat panggilan. Sikap ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya untuk menghindari pertanggungjawaban terhadap informasi yang telah diberikan.
Menanggapi dugaan pemberian data palsu oleh aparatur desa, Andri, seorang tokoh masyarakat Tirtajaya menegaskan bahwa keterbukaan informasi adalah hak masyarakat yang dijamin oleh undang-undang.
"Pemerintah, termasuk aparatur desa, memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang akurat dan dapat diakses oleh masyarakat serta pers. Transparansi dalam pemerintahan desa sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan tata kelola pemerintahan yang baik," ujar Andri.
Ia juga menambahkan bahwa penghambatan akses informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, tindakan seperti ini bisa berdampak buruk terhadap kepercayaan masyarakat dan berpotensi menimbulkan dugaan adanya praktik yang tidak transparan dalam pemerintahan desa.
"Jika benar terjadi upaya untuk menghalangi wartawan dalam memperoleh informasi, maka hal ini harus disikapi secara serius oleh pihak berwenang. Informasi yang tidak transparan justru dapat menimbulkan spekulasi negatif di tengah masyarakat," pungkasnya. (Asep Belo)